Judul Buku: Hukum Acara Peradilan Agama Plus Prinsip Hukum Acara Islam

Penulis: Dr H. Aah Tsamrotul M.Ag.

Penerbit: Rajawali Pers

Tahun: 2019

Jumlah Halaman: 311

Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon) yang dalam kehidupannya selalu bermasyarakat dan mengadakan hubungan antara satu dengan lainnya. Manusia dalam berinteraksi satu sama lain sering kali tidak dapat menghindari adanya bentrokan-bentrokan kepentingan (conflict of interest) di antara mereka. Agar tercipta hubungan yang diharapkan, diperlukan adanya norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang telah disepakati sebagai pedoman dalam mengatur kehidupan bersama. Kaidah atau peraturan hukum tersebut dapat berupa peraturan hukum materiil maupun hukum formil.

Untuk dapat memulihkan dan mempertahankan hukum materiil terutama dalam hal ada pelanggarannya, diperlukan perangkat hukum lainnya yang disebut hukum formil atau hukum acara. Hukum acara ada dua macam, yaitu hukum acara perdata dan hukum acara pidana. Hukum acara perdata bertujuan untuk menegakkan, mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum perdata materiil. Disebut formil, karena mengatur proses penyelesaian perkara perdata secara formil melalui lembaga yang berwenang (lembaga peradilan) yang didasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sedang perkataan acara, berarti acara (proses) penyelesaian perkara perdata tersebut haruslah dilakukan oleh lembaga peradilan dengan melalui tahapan-tahapan tertentu.

Dalam literatur hukum acara perdata, kita dapat menemukan batasan pengertian dari hukum acara perdata yang dikemukakan oleh para ahli, yang meskipun perumusannya berbeda-beda, tetapi pada prinsipnya mengandung tujuan yang sama. Dan kalau disimpulkan, bahwa hukum acara perdata ialah hukum yang mengatur bagaimana caranya orang mengajukan perkara ke pengadilan, bagaimana caranya pihak yang terserang kepentingannya mempertahankan diri, bagaimana hakim bertindak terhadap pihak-pihak yang berperkara sekaligus memutus perkara tersebut dengan adil, dan bagaimana cara melaksanakan putusan hakim, yang kesemuanya bertujuan agar hak dan kewajiban yang telah diatur dalam hukum perdata materiil itu dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dengan demikian kedudukan hukum acara perdata itu amat penting, tidak sekadar sebagai pelengkap belaka.

Oleh karenanya untuk tegaknya hukum perdata materiil diperlukan hukum acara perdata, begitu pula sebaliknya, hukum acara perdata tidak mungkin berdiri sendiri lepas dari hukum perdata materiil. Atau dengan kata lain hukum perdata materiil hanya dapat dipertahankan dan ditegakkan melalui peradilan dengan hukum acara perdata.

Hukum acara perdata menempati kedudukan yang sangat penting, karena masyarakat merasa ada kepastian hukum bahwa setiap orang dapat mempertahankan hak perdatanya dengan sebaik-baiknya, dan setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap hukum perdata yang mengakibatkan kerugian terhadap orang lain dapat dituntut melalui peradilan. Dengan hukum acara perdata diharapkan tercipta ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat. Untuk dapat mencapai hukum acara perdata seperti di atas, maka pada umumnya peraturan-peraturan hukum acara perdata bersifat memaksa (dwingend recht), karena dianggap menyelenggarakan kepentingan umum. Peraturan hukum acara perdata yang bersifat memaksa tidak dapat dikesampingkan oleh pihak-pihak, dan pihak-pihak tersebut mau tidak mau harus tunduk dan mematuhinya. Apabila ketentuan hukum acara perdata sampai dilanggar, maka akan mengakibatkan ruginya pihak-pihak itu sendiri atau apabila ketentuan itu tidak dipatuhi oleh hakim, dapat berakibat putusannya tidak sah menurut hukum.

Download ebook Hukum Acara Peradilan Agama pdf via Google Drive:

DOWNLOAD